Gambar : Revolusi Industri 4.0 Quipper |
Hadirnya revolusi industri 4.0
membuat perkembangan teknologi mengalami perubahan yang semakin cepat sangat
berpengaruh terhadap karakteristik sosial yang ada saat ini, dimana era
disrupsi hadir mengacak-acak pola sosial yang ada, era dimana karakteristik
sosial dituntut untuh berbenah dan berubah atau diam dan akan punah. Hal ini
disebabkan karena tingkat kompetisi yang semakin ketat, serta kehidupan
bersosial yang sangat memperhatikan keterampilan dan kompetensi pribadi
masing-masing.
Karakteristik sosial di era
revolusi industri tersebut meliputi perubahan perilaku dunia usaha dan dunia
industri, perilaku masyarakat dan konsumen pada umumnya sebagai akibat dari
proses integrasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi begitu canggih
dan masif juga. Tidak diragukan lagi, cakupan perubahan disrupsi di era revolusi
indusri 4.0 akan mendorong terjadinya digitalisasi di dunia bisnis, perbankan,
transportasi, sosial masyarakat, hingga pendidikan sistem pendidikan.
Gambar : Revolusi Industri Wikipedia |
Revolusi industri 4.0 yang direkomendasikan
penerapannya oleh Working Group on
Industry 4.0 kepada pemerintah Jerman
pada Oktober 2012 menjadi awal dari merambahnya revolusi integrasi pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi ke beberapa negara lain. Seperti di Indonesia
lonjakan pertumbuhan pengguna internet sangat pesat, hasil survei 2017 dari Asosiasi Penyelenggara Jasa InternetIndonesia menerangkan bahwa sejak 2012 Indonesia mengalami pertumbuhan
pengguna internet lebih dari dua kali yang mana dari 63 juta pengguna di 2012 menjadi
143,26 juta pengguna dari 262 juta jiwa penduduk Indonesia di 2017. Uniknya hasil survei tersebut juga menerangkan
bahwa 48,25% penduduk Indonesia di kawasan pendesaan telah merasakan penetrasi
internet dan 74,62 % pengguna internet di Indonesia berasal dari golongan
ekonomi menengah bagian bawah. Survei ini jelas menunjukan potensi pertumbuhan
pengguna internet akan terus naik menembus pelosok Indonesia, perilaku masyarakat
dalam mengkonsumsi informasi juga akan berubah pola mengikuti tren dunia, sehingga
pola pembelajaran di dunia pendidikan Indonesia juga harus segera berbenah.
Gambar : Gedung STT-PLN |
Dunia pendidikan harus mampu merumuskan
strategi transformasi berbagai aspek nilai dari kelembagaan, kegiatan
belajar-mengajar hingga kurikulum sesuai dengan arah revolusi industri 4.0 ini guna
meningkatkan sektor sumber daya manusia yang memiliki keterampilan dan kompetensi
yang berbeda-beda.
Kegiatan belajar-mengajar harus
berubah total dengan pola pembelajaran digital yang memberikan pengalaman
pembelajaran yang lebih kreatif, partisipatif, beragam, dan menyeluruh. Kegiatan
belajar mengajar dalam dendidikan tinggi, dosen memiliki peran penting dalam
melakukan kontekstualisasi informasi serta bimbingan terhadap mahasiswa, namun
nampaknya peran tersebut sesegera mungkin bergeser ke arah nilai-nilai etika,
budaya, kebijaksanaan, pengalaman hingga empati sosial daripada bersaing dengan
integrasi penerapan teknologi informasi dan komunikasi yang jelas-jelas lebih
unggul dalam hal melaksanakan hapalan, hitungan, hingga pencarian sumber
informasi yang lebih berpengetahuan dan efektif dibandingkan dosen di era disrupsi
ini.
Kegiatan belajar mengajar yang lebih
mengedepankan nilai-nilai etika, budaya, kebijaksanaan, pengalaman hingga
empati sosial dapat dikombinasikan dengan menerapkan teknologi informasi dan
komunikasi. Digitalisasi dapat membantu dosen menemukan cara mengajar yang
lebih fleksibel dan inovatif sehingga penyerapan informasi oleh mahasiswa dari
proses belajar lebih cepat dan lebih efektif untuk berubah dan berkembang.
Dosen-dosen akan lebih cakap mengubah kegiatan belajar mengajar menjadi lebih multi-stimulan
sehingga menjadi lebih menyenangkan dan menarik dalam suatu kelompok diskusi.
Gambar : Penggunaan Teknologi Pendidikan dalam tes masuk STT-PLN |
Berdasarkan survei tahun 2017
yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia di Indonesia, dimana penetrasi pengguna internet lulusan
S1/Diploma menembus angka 79,23% dan lulusan S2/S3 menembus angka 88,24% . Hal
ini menunjukan bahwa mahasiswa secara umum, sudah sangat siap untuk kegiatan
belajar berupa hapalan, hitungan, hingga pencarian sumber informasi yang lebih cepat
dan efektif dengan menerapkan teknologi informasi
dan komunikasi.
Pertanyaannya adalah bagaimana dengan para dosen? Apakah dosen-dosen
saat ini telah disiapkan untuk menghadapi perubahan peran dan cara mengajar ini?
Ini bukan hanya persoalan
mengganti kelas tatap muka konvensional menjadi pembelajaran digital yang
mungkin memang meningkatkan efektifitas dari kegiatan belajar mengajar. Namun
yang lebih penting adalah revolusi peran dosen sebagai sumber belajar atau
pemberi pengetahuan menjadi mentor, fasilitator, motivator, bahkan inspirator yang
menerapkan teknologi informasi dan komunikasi dengan tujuan mengembangkan
imajinasi, kreativitas, karakter, serta teamwork
siswa yang dibutuhkan pada masa depan.
Tentu dengan pembelajaran digital
peran dosen sebagai sumber belajar akan terbantukan dengan berbagai macam
teknologi pendidikan seperti penggunaan skype
untuk mengajar dari jarak jauh, office
365 untuk memberikan bahan ajar dan tugas makalah hingga presentasi. Namun,
tetap saja mahasiswa yang belajar secara langsung dengan menggunakan teknologi search engine akan lebih memahami karena
memang keingintahuannya yang sangat besar dan pada dasarnya integrasi teknologi
informasi dan komunikasi tersebut lebih berpengetahuan daripada dosen itu
sendiri. Maka dari itu perlu adanya inisiatif dosen untuk bergeser peran
menjadi mentor, fasilitator, motivator, bahkan inspirator yang menerapkan teknologi
informasi dan komunikasi, sehingga dosen tersebut menata ulang paradigma dan arah
kegiatan belajar mengajarnya.
Gambar Kuliah Perdana STT-PLN yang berorientasi pada Karakteristik Sosial |
Gambar Kunjungan Kuliah Lapangan STT-PLN |
Perlu adanya dukungan yang besar
untuk dapat menerapkan orientasi kegiatan belajar tersebut, pemerintah dan perguruan
tinggi diperlukan untuk melakukan penataan ulang arah kebijakan pendidikannya
mulai dari paradigma, kurikulum, assessment hingga sistem rekrutmen serta
metode pengembangan profesionalitas dosen yang lebih melek teknologi digital.
Paradigma pendidikan di era disrupsi
ini harus digeser dari pendidikan yang menstandardisasi ke arah pendidikan
berbasis keunikan individu masing-masing mahasiswa. Paradigma yang baru ini
tidak menuntut capaian belajar yang diseragamkan, tetapi dosen dituntut untuk
memberi bimbingan dengan tetap menyisakan ruang mahasiswa untuk berkembang
sesuai minat dan bakatnya.
Gambar Gita Pracalita Choir STT-PLN borong medali di Malaysia |
Dengan paradigma dan ekosistem digitalisasi
yang berorientasi pada karakteristik dan kemampuan intrapersonal serta interpersonal
tersebut akan membuat mahasiswa bergairah dalam belajar serta gigih dalam
memenangkan persaingan pada era revolusi industri 4.0. Dan jika semua pola pendidikan
di revolusi industri 4.0 tersebut terpenuhi, tidak akan ada keraguan akan
pertumbuhan pendidikan karakter pada era disrupsi ini.
Penulis : Noufal Syihan
Penulis : Noufal Syihan